Selengkapnya di http://pestacarolgabe.blogspot.com Cara Membuat Menu Horizontal Pada Blogspot Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial

Rabu, 02 Maret 2011

PLASTIK

Plastik 
        Plastik merupakan bahan polimer kimia yang banyak digunakan dalam kehidupan manusia. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau bahan dasar karena plastik mempunyai keunggulan seperti ringan tetapi kuat, transparan, tahan air serta harganya relatif murah dan terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. 
        Plastik yang digunakan saat ini merupakan polimer sintetik dari bahan baku minyak bumi yang terbatas jumlahnya dan tidak dapat diperbaharui. Penggunaan plastik berakibat terciptanya sampah plastik yang merupakan salah satu jenis sampah yang sulit penanganannya sehingga dapat menyebabkan masalah lingkungan. Jenis plastik seperti polipropilen (PP), polietilen (PE), polivinil klorida (PVC), polistiren (PS), dan polietilen tereftalat (PET) merupakan plastik sintetik yang tidak dapat terdegradasi oleh mikroorganisme di lingkungan karena mikroorganisme tidak mampu mengubah dan mensintesa enzim yang khusus untuk mendegradasi polimer petrokimia (Yuliana, 1996 dalam Anggara, 2001). Akibatnya plastik yang tertimbun dalam tanah akan mempengaruhi kualitas air tanah serta dapat memusnahkan kandungan humus yang menyebabkan tanah menjadi tidak subur. 
       Berbagai usaha telah banyak dilakukan untuk menangani masalah pencemaran yang diakibatkan oleh sampah plastik yaitu pembakaran, daur ulang dan penimbunan. Pembakaran sampah plastik dalam jumlah besar dapat menimbulkan gas yang bersifat korosif dan beracun, seperti HCl, HCN, NH3, dan SO2. Disamping itu bahan plastik dari kelompok poliolefin bila dibakar tidak akan mengalami degradasi melainkan hanya meleleh dan setelah dingin memadat kembali. Proses daur ulang memerlukan biaya sangat besar dan kurang efektif karena harus memisahkan sampah plastik yang dapat didaur ulang dan yang tidak dapat didaur ulang. 
       Penimbunan sampah plastik sangat mengganggu sirkulasi udara dari dan ke dalam tanah karena bahan plastik umumnya memiliki sifat perintang yang cukup tinggi terhadap permeabilitas O2 dan CO2 (Ani Sutiani, 2001). Untuk itulah diperlukan usaha lain dalam mengatasi sampah plastik yaitu dengan membuat plastik yang dapat terurai secara biologis (plastik biodegradable). Bioplastik merupakan plastik yang terbuat dari sumber yang dapat diperbarui yaitu dari senyawa – senyawa dalam tanaman misalnya pati, selulosa, dan lignin serta pada hewan seperti kasein, protein dan lipid (Averous, 2002). Penggunaan pati sebagai bahan utama pembuatan plastik memiliki potensi yang besar karena di Indonesia terdapat berbagai tanaman penghasil pati seperti singkong, jagung, beras dan tanaman lainnya. Apalagi harga umbi – umbian seperti singkong relatif rendah sehingga dengan memanfaatkannya sebagai bahan plastik akan memberi nilai tambah ekonomi yang tinggi. 
         Bioplastik mempunyai keunggulan karena sifatnya yang dapat terurai secara biologis (biodegradable), sehingga tidak menjadi beban. Ada dua kekurangan yang terdapat pada plastik berbahan pati yaitu rendahnya kekuatan mekanik serta bersifat hidrofilik. Untuk mengatasi kekurangan ini ada beberapa cara yang dapat dilakukan, salah satunya adalah pencampuran pati dengan polimer sintesis atau polimer lain seperti polietilen. Penelitian ini bertujuan memanfaatkan pati pisang dan gelatin sebagai bahan pembuat bioplastik pengganti plastik sintetis, mengetahui pengaruh temperatur gelatinisasi serta kandungan gelatin terhadap sifat mekanik dan ketahanan air bahan bioplastik, dan menentukan temperatur gelatinisasi serta formulasi pati - gelatin terbaik yang dilihat dari sifat mekanik dan ketahanan air bioplastik. 
        Penelitian tentang Plastik biodegradable berbahan pati (plasticized starch) pertama kali dipatenkan pada akhir tahun 80-an. Saat ini penelitian terhadap bioplastik terus dikembangkan pada jenis biopolimer yang dapat digunakan sebagai blending atau campuran pati, jenis plasticizer baru dan variasi sumber pati baru (Jan van Beilen, 2006). Penelitian terhadap bioplastik dilakukan oleh Pongchayont Sirikhajornnam dan Panu Danwanichakul (2006) dengan menggunakan dua jenis pati yang berbeda yaitu pati jagung dan tapioka. Penelitian ini menggunakan temperatur gelatinisasi pada suhu 80 – 85oC dan dikeringkan pada 100oC selama 24 jam dengan variasi perbandingan massa antara pati dengan gliserol yaitu 6:4, 7:3 dan 8:2. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa penggunaan jagung sebagai bahan bioplastik mempunyai sifat mekanik yang lebih baik daripada tapioka karena disebabkan kandungan amilosa jagung yang lebih tinggi. Selain itu peningkatan kandungan gliserol akan menurunkan kekuatan tarik dan absorbsi air, sedangkan fleksibilitas dan permeabilitas uap air akan mengalami peningkatan. 
        Penggunaan biopolimer seperti khitosan sebagai campuran pati singkong pernah dilakukan oleh Feris Firdaus (2006). Khitosan yang disintesa dari kulit udang ini digunakan karena biopolimer ini bersifat hidrofobik dan dimaksudkan untuk memodifikasi sifat hidrofilik dari pati. Penambahan khitosan juga dapat memperbaiki sifat mekanik dari plastik berbahan pati. Mekanisme penelitiannya dimulai dengan ekstraksi pati singkong dengan aquades, disaring, diendapkan dan dikeringkan. Lalu perlakuan terhadap pati menggunakan pentanol. 
      Selain khitosan jenis biopolimer lain yang dapat digunakan adalah gelatin hasil ekstrak tulang dan kulit berbagai jenis binatang. Penggabungan biopolimer seperti gelatin dengan pati dapat memodifikasi sifat fisik dan kimia plastik berbahan pati. Penelitian ini dilakukan oleh Weiping Ban pada tahun 2005 yaitu dengan menggunakan campuran pati jagung dan biopolimer seperti gelatin, khitosan dan selulosa serta menggunakan gliserol sebagai plasticizer dalam pembuatan bioplastik. 
        Temperatur gelatinisasi yang digunakan pada penelitian ini adalah 80oC dan komposit pati dengan biopolimer dicampur selama 25 menit kemudian dikeringkan pada suhu 60oC. Dari hasil penelitian penggunaan gelatin sebagai campuran pati berhasil meningkatkan ketahanan air bioplastik yaitu terlihat dari absorbsi air yang cenderung menurun sebanding dengan peningkatan kandungan gelatin. 

Plastik dan Penggolongannya 
         Bahan pembuat plastik dari minyak dan gas sebagai sumber alami, dalam perkembangannya digantikan oleh bahan-bahan sintetis sehingga dapat diperoleh sifat-sifat plastik yang diinginkan dengan cara kopolimerisasi, laminasi, dan ekstruksi (Syarief, et al., 1989). Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersama-sama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut amorp, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras dan tegar (Syarief, et al., 1988). 
         Menurut Eden dalam Davidson (1970), klasifikasi plastik menurut struktur kimianya terbagi atas dua macam yaitu: 
1. Linear, bila monomer membentuk rantai polimer yang lurus (linear) maka akan terbentuk plastik thermoplastik yang mempunyai sifat meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu dan sifatnya dapat balik (reversible) kepada sifatnya yakni kembali mengeras bila didinginkan. 
2. Jaringan tiga dimensi, bila monomer berbentuk tiga dimensi akibat polimerisasi berantai, akan terbentuk plastik thermosetting dengan sifat tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversible). 
         Bila sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Proses polimerisasi yang menghasilkan polimer berantai lurus mempunyai tingkat polimerisasi yang rendah dan kerangka dasar yang mengikat antar atom karbon dan ikatan antar rantai lebih besar daripada rantai hidrogen. Bahan yang dihasilkan dengan tingkat polimerisasi rendah bersifat kaku dan keras (Flinn dan Trojan, 1975) Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebabkan polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun sambung-menyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. 
        Plastik memiliki beberapa keunggulan yaitu sifatnya kuat tapi ringan, inert, tidak karatan dan bersifat termoplastis (heat seal) serta dapat diberi warna. Kelemahan bahan ini adalah adanya zat-zat monomer dan molekul kecil lain yang terkandung dalam plastik yang dapat melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas. Berbagai jenis bahan kemasan lemas seperti misalnya polietilen, polipropilen, nilon poliester dan film vinil dapat digunakan secara tunggal untuk membungkus makanan atau dalam bentuk lapisan dengan bahan lain yang direkatkan bersama. Kombinasi ini disebut laminasi. Sifat-sifat yang dihasilkan oleh kemasan laminasi dari dua atau lebih film dapat memiliki sifat yang unik. Contohnya kemasan yang terdiri dari lapisan kertas/polietilen/aluminium foil/polipropilen baik sekali untuk kemasan makanan kering. Lapisan luar yang terdiri dari kertas berfungsi untuk cetakan permukaan yang ekonomis dan murah. Polietilen berfungsi sebagai perekat antara aluminium foil dengan kertas. Sedangkan polietilen bagian dalam mampu memberikan kekuatan dan kemampuan untuk direkat atau ditutupi dengan panas. 
       Dengan konsep laminasi, masing-masing lapisan saling menutupi kekurangannya menghasilkan lembar kemasan yang bermutu tinggi (Winarno, 1994). Plastik berisi beberapa aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisiko kimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang sengaja ditambahkan itu disebut komponen non plastik, diantaranya berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap cahaya ultraviolet, penstabil panas, penurun viskositas, penyerap asam, pengurai peroksida, pelumas, peliat, dan lain-lain (Crompton, 1979). Plastik masih sering sulit dibedakan dengan resin karena tidak jelas benar bedanya. Secara alami, resin dapat berasal dari tanaman, misalnya balsam, damar, terpentin, oleoresin dan sebagainya. Tapi kini resin tiruan sudah dapat diproduksi dan dikenal sebagi resin sintetik, contohnya selofan, akrilik seluloid, formika, nylon, fenol formaldehida dan sebagainya (Winarno, 1994).Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebut polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun sambung-menyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. 
         Dalam plastik juga terkandung beberapa aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisiko kimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang ditambahkan tersebut disebut komponen nonplastik yang berupa senyawa anorganik atau organik yang memiliki berat molekul rendah. Bahan aditif dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap sinar UV, anti lekat dan masih banyak lagi (Winarno, 1994). Sifat terpenting bahan kemasan yang digunakan meliputi permeabilitas gas dan uap air, bentuk dan permukaannya. Permeabilitas uap air dan gas, serta luas permukaan kemasan mempengaruhi jumlah gas yang baik dan luas permukaan yang kecil menyebabkan masa simpan produk lebih lama. 

KLASIFIKASI PLASTIK 

        Menurut Erliza dan Sutedja (1987) plastik dapat dikelompokkan atas dua tipe, yaitu thermoplastik dan termoset. Thermoplastik adalah plastik yang dapat dilunakkan berulangkali dengan menggunakan panas, antara lain polietilen, polipropilen, polistiren dan polivinilklorida. Sedangkan termoset adalah plastic yang tidak dapat dilunakkan oleh pemanasan, antara lain phenol formaldehid dan urea formaldehid. Syarief et al., (1989) membagi plastic menjadi dua berdasarkan sifat- sifatnya terhadap perubahan suhu, yaitu: 
• Termoplastik: meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu dan mempunyai sifat dapat balik (reversibel) kepada sifat aslinya, yaitu kembali mengeras bila didinginkan, 
•Termoset: tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversibel). Bila sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali. 
        
         Pemanasan yang tinggi tidak akan melunakkan termoset melainkan akan membentuk arang dan terurai karena sifatnya yang demikian sering digunakan sebagai tutup ketel, seperti jenis-jenis melamin. Plastik jenis termoset tidak begitu menarik dalam proses daur ulang karena selain sulit penanganannya juga volumenya jauh lebih sedikit (sekitar 10%) dari volume jenis plastik yang bersifat termoplastik (Moavenzadeh dan Taylor, 1995). Pada kemasan plastik, perubahan fisiko kimia pada wadah dan makanannya sebenarnya tidak mungkin dapat dihindari. Industri pangan hanya mampu menekan laju perubahan itu hingga tingkat minimum sehingga masih memenuhi syarat konsumen. Banyak ragam kemasan plastik untuk makanan dan minuman, beberapa contoh misalnya: polietilen, polipropilen, polistiren, poliamida, polisulfon, poliester, poliuretan, polikarbonat, polivinilklorida, polifenilinoksida, polivinilasetat, poliakrilonitril dan melamin formaldehid. Plastik diatas dapat digunakan dalam bentuk lapis tunggal, ganda maupun komposit, dengan demikian kombinasi dari berbagai ragam plastik dapat menghasilkan ratusan jenis kemasan (Crompton, 1979). 
            Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulandibanding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplatis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, CO2. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan (Winarno, 1987). Ryall dan Lipton (1972) menambahkan bahwa plastik juga merupakan jenis kemasan yang dapat menarik selera konsumen.



CONTOH JENIS-JENIS  PLASTIK

POLYETHYLEN
Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel,mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Denganpemanasan akan menjadi lunak dan mencair pada suhu 110OC. Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang baik, polietilenmempunyai ketebalan 0.001 sampai 0.01 inchi, yang banyak digunakan sebagai  pengemas makanan, karena sifatnya yang thermoplastik, polietilen mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Sacharow dan Griffin, 1970). Konversi etilen menjadi polietilen (PE) secara komersial semula dilakukan dengan tekanan tinggi, namun ditemukan cara tanpa tekanan tinggi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
n(CH2= CH2) (-CH2-CH2-)n
Etilen polimerisasi Polietilen
Polietilen dibuat dengan proses polimerisasi adisi dari gas etilen yang diperoleh dari hasil samping dari industri minyak dan batubara. Proses polimerisasi yang dilakukan ada dua macam, yakni pertama dengan polimerisasi yang dijalankan dalam bejana bertekanan tinggi (1000-3000 atm) menghasilkan molekul makro dengan banyak percabangan yakni campuran dari rantai lurus dan bercabang. Cara kedua, polimerisasi dalam bejana bertekanan rendah (10-40 atm) menghasilkan molekul makro berantai lurus dan tersusun paralel.

LOW DENSITY POLYETHYLEN (LDPE)
 Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60OC sangat resisten terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen, sedangkan jenis plastik HDPE mempunyai sifat lebih kaku, lebih keras, kurang tembus cahaya dan kurang terasa berlemak.

2.3.3        HIGH DENSITY POLYETHYLEN (HDPE)

Pada polietilen jenis low density terdapat sedikit cabang pada rantai antara molekulnya yang menyebabkan plastik ini memiliki densitas yang rendah, sedangkan high density mempunyai jumlah rantai cabang yang lebih sedikit dibanding jenis low density. Dengan demikian, high density memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. Ikatan hidrogen antar molekul juga berperan dalam menentukan titik leleh plastic (Harper, 1975).

POLYPROPILENA
 Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya juga serupa (Brody, 1972). Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap (Winarno dan Jenie, 1983). Monomer polypropilen diperoleh dengan pemecahan secara thermal naphtha (distalasi minyak kasar) etilen, propylene dan homologues yang lebih tinggi dipisahkan dengan distilasi pada temperatur rendah. Dengan menggunakan katalis Natta- Ziegler polypropilen dapat diperoleh dari propilen (Birley, et al., 1988).